Rabu, 24 November 2010

Hubungan budaya modernitas dengan teknik mesin

Hubungan budaya modernitas dengan teknik mesin
MODERNITAS DAN KEMAJUAN TEKNOLOGI
Hidup di zaman serba modern seperti sekarang memang sangat menyenangkan. Betapa tidak, mau nonton berita atau kabar dari negeri seberang, kita bisa berlangganan TV satelit. Mau tahu kabar langsung dari orang yang kita sayangi namun terpisah jarak, kita tinggal angkat telepon. Mau mandi air panas dan sauna, bak raja-raja zaman dahulu sangat mungkin bisa dilakukan dengan uap/sauna. Pokoknya dengan modernitas dan kemajuan TEKNOLOGI, semua yang dulu tidak mungkin jadi mungkin untuk dilakukan.
Modernitas, yang ditandai dengan tonggak sejarah berupa revolusi industri di Eropa sana, rupanya sekarang menggurita ke seluruh dunia. Awalnya memang mendatangkan kekhawatiran: manusia akan digantikan mesin. Namun, manusia ternyata punya segumpal daging di tengkorak kepalanya yang punya keajaiban luar biasa untuk memecahkan suatu masalah yang timbul. Ya manusia sekarang sudah tidak khawatir lagi bahwa perannya di muka ini akan digantikan mesin atau robot seperti yang dikhawatirkan orang-orang yang phobia terhadap kemajuan TEKNOLOGI. Bukankah nantinya semakin banyak mesin dibutuhkan, semakin banyak pula butuh tenaga dan pikiran manusia? Semakin banyak komputer dan laptop di produksi untuk mengganti tugas manusia, semakin banyak pula dibutuhkan manusia, singkat kata: semakin banyak robot di ciptakan untuk menggantikan tugas manusia, saat itu jugalah manusia semakin berkuasa?
Berbicara tentang modernitas dan kemajuan TEKNOLOGI, ada satu implikasi sangat menarik yang timbul dari padanya. Kenyataan yang timbul di lapangan, semakin maju dan modern manusia, ternyata dia semakin sekuler dan dengan mudah mengesampingkan nilai-nilai transendental. Karena kemajuan teknologi, orang yang dahulunya percaya pada nilai-nilai transendental, sekarang sudah mulai banyak yang ragu dan apatis.
Pada masa belum ada lampu dan listrik yang menerangi jalan yang gelap pada malam hari, kita merasa takut dan merinding jika melewati jalan-jalan yang gelap gulita dimalam hari. Saat itu pula naluri transendental kita muncul: kita berdoa dan mohon kepada TUHAN agar tidak terjadi apa-apa saat melintasi jalan tersebut. Namun apa yang terjadi pada saat modernitas sudah merambah dan jalan-jalan yang pada malam hari itu gelap gulita dan sekarang menjadi terang benderang? Tidak ada lagi ritual berdoa dan memohon dilindungi oleh TUHAN saat melewati jalan tersebut.
Kasus yang sama terjadi pula: dulu saat kita membutuhkan kabar dari orang yang sangat kita cintai dan sayangi, namun terpisah jarak dan waktu, kita hanya bisa berdoa dan memohon kepada NYA akan keselamatan orang yang kita cintai seraya mohon agar diberi perlindungan dan keselamatan pada orang-orang yang kita cintai. Namun hal tersebut tidaklah terjadi ketika orang sudah menemukan teknologi surat, telegram, telepon, handpone, dan yang paling baru sekarang adalah teknologi 3G, atau internet dengan webcam. Semua memungkinkan manusia untuk mengetahui kabar secara langsung, bahkan bertatap muka dengan orang yang ada diseberang lautan sekalipun, bahkan orang yang ada di angkasa raya sana, atau sedang di bulan sekalipun. Kita sudah tidak tergantung lagi pada ritual-ritual transendetal untuk memanjatkan doa keselamatan dan mohon perlindungan, karena kita sudah tahu keberadaan dan kabar kerabat atau orang yang kita kasihi yang nun jauh berada di sana.
Mungkin suatu saat, pada saat manusia dengan kemajuan segumpal daging di tengkoraknya, bisa menciptakan suatu alat atau mesin untuk menjelajah ruang dan waktu (semacam mesin waktu milik Doraemon), maka tingkat ketergantungan manusia terhadap TUHAN semakin berkurang. Bagaimana tidak? Dengan mesin waktu itu, manusia sudah bisa mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, berkait dengan nasib dirinya, orang lain, bangsanya, negaranya dan bahkan tahu seperti apa masa depan bumi dan seisinya pada masa yang akan datang! Sehingga manusia tentu saja tidak lagi perlu berdoa mohon agar masa depannya cerah, hari esok diberi rezeki, dsb karena sudah tahu apa yang akan terjadi, sehingga dia bisa merencanakan sendiri langkah-langkah yang akan diambil. Bahkan sejarah dunia bisa dirubah dan sunnatullah bisa dijungkir balikkan jika memang kehebatan modernitas dan kemajuan teknologi sedemikian rupa hebatnya, sehingga manusia bisa memutar ulang atau menjumpai dirinya di masa lalu. FANTASTIS!
Kemajuan dan modernitas macam ini, menjadikan dunia seperti tanpa batas. Manusia menjadi aktor utama dalam modernitas ini. Lalu dimanakah TUHAN? Itulah yang jadi persoalan. TUHAN pada zaman yang semakin modern dan maju ini, perannya tereduksi dan tergantikan dengan kemajuan teknologi itu sendiri. Ketergantungan manusia dengan ritus-ritus pemujaan terhadap NYA, seraya memohon pertolonganNYA, sudah tidak semakin relevan lagi. Manusia sudah bisa menolong dirinya sendiri. TUHAN sudah digantikan lampu-lampu penerang jalan di malam hari sehingga orang yang lewat jalan pada malam hari tak perlu lagi memohon doa keselamatan karena merasa takut. TUHAN sudah digantikan dengan kecanggihan HP, Telepon dan internet saat manusia ingin tahu kabar langsung dari orang yang dicintainya, sehingga tidak lagi butuh doa mohon perlindungan bagi kerabat dan orang yang dicintainya. TUHAN sudah tergantikan mesin waktu yang bisa menjawab apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan mendatangi masa depan dan masa lalu. Jika Marx pernah berkata bahwa TUHAN telah layu dan mati, maka benarlah ramalannya tersebut terjadi pada zaman yang makin modern dan maju teknologinya.
Orang-orang makin jarang saja datang ke Masjid, Gereja, Pura, Wihara dan Klenteng. Jika pun masih ada, hal tersebut sudah kehilangan makna; hanya menjadi semacam ritual tradisi yang patut di jaga dan dilestarikan. Seperti pada kasus Idul Fitri dan Idul Adha, semakin sedikit orang yang tahu apa makna dibalik hari raya tersebut, selain dari sekedar sholat ied, baju baru, makanan enak dan berkumpul bersama keluarga besar. Hal yang sama juga terjadi pada hari Natal, Paskah, Nyepi dsb.
Mungkin manusia tahu makna dari hari raya atau upacara keagamaan, namun essensi itu tidaklah membekas dalam diri manusia yang kosong, hampa dan kering. Ya modernitas dan kemajuan teknologi sudah mencerabut kita semua dari akar budaya dan lebih parah lagi akar agama kita.
Manusia bahkan menggantikan ritual-ritual keagamaan dengan upacara-upacara primitif dari zaman purba. Mereka pergi ke diskotik, night club dan cafe-cafe hanya untuk sekedar melepas penat dengan berjoget mengiringi hentakan lagu dan mabuk sampai lupa dengan masalah dan tekanan hidup. Inilah budaya paling primitif manusia yang dulu dilakukan orang-orang purba yang sekarang masih bisa kita jumpai pada suku-suku kuno di daerah terpencil dan terasing. Mereka berjoget dan bergembira sampai mabuk kepayang pada upacara-upacara ritual tertentu di depan api unggun; saat mana mereka dapatkan binatang buruan besar, atau panen mereka berhasil, atau saat mereka tertimpa musibah, atau paceklik, atau kemarau panjang.
Singkat kata suku-suku purba dan primitif dahulu juga punya tradisi untuk berjoget dan menari-nari dengan irama musik tertentu untuk melampiaskan rasa bahagia atau untuk melampiaskan beban hidup yang diderita. Oleh karena itulah budaya clubbing pada era modern ini sebenarnya adalah budaya primitif. Saat mana orang melampiaskan perasaannya dengan clubbing, berarti dia sedang melampiaskan naluri primitifnya.
Kebudayaan modern ditandai dengan ditemukan alat baca dan tulis. Kemajuan zaman di sejarah manusia ditandai dengan terkodifikasikannya pemikiran-pemikiran manusia, sehingga akar-akar pemikiran dan budaya manusia tidak lagi tercerabut, bisa di turunkan di tradisikan atau di regenerasikan pada anak cucu. Dari sanalah awal adanya revolusi industri yang mencengangkan dimulai. Revolusi industri takkan terjadi jika manusia tidak tercerahkan dengan pemikiran-pemikiran pendahulunya.
Dengan terkodifikasikannya pemikiran-pemikiran manusia yang hidup lebih awal, maka manusia-manusia yang hidup selanjutnya dapat melacak jejak kemajuan berpikir pendahulunya dan meneruskannya, atau membuat inovasi yang lebih berarti lagi. Sampai di sini kita bisa mengambil kesimpulan; bahwa budaya menulis dan membaca adalah budaya yang lebih maju dan beradab daripada budayaclubbing. Sepakat?
Kembali pada pokok masalah, modernitas dan kemajuan teknologi, yang telah menyingkirkan nilai-nilai transendental dan bahkan mereduksi keberadaan TUHAN, ternyata membuat manusia semakin tidak beradab dan tercerabut dari akar histori dan budayanya. Manusia menjadi mahluk a history atau un history. Mereka menjadi lupa pada sejarah mereka sendiri, sejarah nenek moyang dan bahkan lupa dan tidak bisa mendefinisikan diri mereka sendiri. Krisis indentitas diri inilah yang membuat manusia makin membuat kerusakan di muka bumi. Segala macam kerusakan yang ditimbulkan manusia dimuka bumi: illegal loging, perang, konflik, pencemaran udara, air, persaingan senjata nuklir, dsb berawal dari krisis identitas. Mereka lupa siapa mereka, apa tujuan mereka hidup, mereka lupa bahwa dunia ini bukan hanya milik mereka, namun juga untuk anak cucu. Dan tentu saja bagi yang percaya pada TUHAN: mereka lupa bahwa mereka akan dimintakan pertanggungjawaban kelak atas segala perbuatan mereka.
Ya, modernitas dan kemujuan teknologi sudah memunculkan watak manusia yang sesungguhnya: rakus, serakah, tamak dan arrogant. Karena hal itulah maka TUHAN sudah tidak lagi diperlukan pada era modern dan canggih seperti sekarang oleh manusia-manusia yang muncul watak primitifnya tersebut.
Keterbelakangan Modernisasi
Hidup di jaman modern katanya lebih maju. Benarkah?
Coba kita runut satu per satu keterbelakangan manusia di jaman modern.
HANDPHONE
Katanya membuat komunikasi menjadi lebih luas?
Oh benarkah? Rasanya justru HP membuat manusia menjadi individualis sekali. Banyak bermunculan orang-orang autis yang sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Yah termasuk gw. ahahahah. Jarang banget nemuin jaman sekarang orang kenalan di bus, stasiun, angkot, kereta, orang yang sok kenal sok dekat. gw sendiri kalau terlibat pembicaraan yang mendadak itu bisa nyaman loh sebenernya.Menghabiskan waktu dengan mendengarkan dan berbagi cerita sama supir angkot, supir taksi, orang yang ternyata punya banyak pengalaman aneh nan ajaib. Hal-hal yang kaya gini jarang banget ditemuin jaman sekarang.
Kadang gw berpikir kok aneh ya, manusia-manusia ini. Awalnya memang telepon diciptakan ama Engkong Graham Bell buat mempermudah manusia untuk komunikasi, ga perlu lagi pake burung merpati, ga perlu pake morse, telegram dan lain sebagainya yang ga bisa menyampaikan pesan dalam sekejap mata.
Tapi jaman terus berkembang, telepon lama-lama jadi gaya hidup, jadi suatu hal yang diPRIMERkan. Eh kita ga mati loh kalo ga ada telepon BENERAN!!! Tapi nyatanya kalo ga ada telepon tuh pada masa itu gimanaaaaaaa gitu seakan dunia menghilang dari kita. Ga bisa ngobrol ama temen, ga bisa nanyain kabar gebetan, ga bisa kangen-kangenan sama si pacar, ga bisa ini ga bisa itu, dan lainnya.
Tapi karena manusia kadang butuh kabar yang lebih cepat ketika tidak bersama si telepon (baca:keluar rumah), muncullah teknologi bernama Pager. Yang bisa kasih pesan singkat dalam bentuk text ke si empunya pager. Jadinya si empunya bisa langsung tau kalo ada kabar yang harus segera dia ketahui.
Well masa kejayaan pager ga bertahan lama, gw cuma pernah ngerasain jadi orang yang kirim pesen doang ahahaha. Setelah itu terbitlah handphone yang lebih canggih dan futuristik. Bisa telepon, terima pesan dan MEMBALAS PESAN. Waaawww. Yak penemuan itu dikenal dengan SMS.
Sama seperti surat yang akhirnya menjadi gaya hidup yang kita kenal dengan sahabat pena, sama dengan telepon yang akhirnya dipake untuk ngegosip, Handphone atau Hape akhirnya jatuh juga dalam dosa manusia yang sama. Dosa itu bernama lifestyle. Hape pun akhirnya menjadi bagian dari hidup. Diprimerkan, didewakan, kalo ga bawa Hape tuh rasanya udah lebih nyesek daripada ga bawa dompet. Ya iyalah kalo bawa Hape lo bisa telpon orang rumah atau temen lo buat bawain dompet lo atau sekedar menanyakan apakah dompet lo aman-aman saja. Dan para produsen pun mengetahui celah lifestyle ini yang semakin diexploitasi dengan Hanphone berkamera, handphone bermusik, handphone berradio, handphone buat rekam video, hanphone buat main game. Wuiihhh. Udah autis jadilah semakin autis. Menyendiri di pojokan, pasang earphone biar budek dari sekitar, lalu anggukangguk pala. Ya itulah gw
Yang miris adalah kadang sekitar kita, yang fisiknya jauh lebih dekat menjadi ga penting lagi ketika ada deringan telepon. Padahal belum tentu juga itu deringan bermaksud hati menyatakan hal penting. Yah ga ada yang bisa disalahin di sini. Cuma ironi saja, lagi ngobrol asik sama temen terus tiba-tiba ada telepon masuk, trus isinya juga cuma obrolan dan gosip-gosip yang pastinya membuat temen yang ada di sebelah kita bete ditinggal sendirian gara-gara kita keasikan telepon. Untungnya temen kita juga punya alat mengautiskan diri yang sama kaya kita pake. ahahahaha
Jadi benarkah handphone membuat komunikasi menjadi lebih luas?
Benarkah handphone termasuk kebutuhan sekunder?
Matikah kita kalau ga ada handphone?
INTERNET
Seusai era SMS dan mainan miscall2an ga penting banget dan waktu itu kenapa juga gw ikut melakukan ya? --" dasar anak SMA ingusan. Habis SMS terbitlah Internet. Pertama kali teknologi email mewabah. Jaman itu gw sangat gaptek sekali. Jaman SMP udah mulai mewabah tuh email-emailan. Orang yang ga pasang internet telkomnyet pun bisa punya email. Cukup duduk manis di warnet dan buka internyet explorer dan login ke yahoo atau msn. Dua brand itu yang berjaya saat itu. Bales-balesan email, kirim-kirim gambar lucu, kisah nan mengharukan, cerita serem, sampe penyebaran black mail atau hoax dikirim via email. Abis itu masuklah wabah IRC, chatting sana chatting sini dengan berbagai teman. Abis IRC mulai masuk macem-macem dari download musik via napster, kazaa sampai ke game online jadul abis macem nexia. Jaman itu kalo lo ga main nexia lo bener-bener ga gaoel men. DRUGS? apa itu, mending maen Ragnarok. wkwkwkwkwk.
Yaps, gw sendiri cuma jadi pengamat pada masa-masa gemilangnya nexia dan RO. Kocek gw lebih gw pake buat beli soto betawi atau somay atau sekadar gw tabung dan gw beliin kaset sheila on 7 pada masa itu. Gw bener-bener tanggap itu racun. ahahahah, sekali jatuh pada komunitas game online itu, lo akan sangat sulit tobatnya. Well gw menikmati masa-masa kena racun beberapa tahun berikutnya, tepatnya di masa kuliahan. wkwkwkwkwk.
Abis itu trend internet berkembang sangat pesat, YM, Frenster, MySpace, Blogger, YouTube, Kaskus, Facebook dan terakhir twitter. Itulah evolusi lifestyle manusia. Sama kayak telepon. Internet membuat kita mengautiskan diri, mengalami keterbelakangan sosial. Sekalinya kita udah asik chatting, main game online, main facebook, seakan-akan gajah seliweran di kamar juga kita biarin aje. Ya itulah gw. wkwkwkwkkw. Kadang gw merasa bersalah kalo tidak memperhatikan diajak ngobrol sodara-sodara gw di rumah selagi gw melakukan kegiatan-kegiatan racun itu. Jadinya sekarang kalo emang gw lagi pengen ngobrol ya gw ke ruang tengah, meninggalkan semua kegiatan itu. Tapi kalo gw emang lagi pengen berautis ya gw mojok di kamar belakang ataupun kamar tidur depan. hohohoho
Jadi benarkah internet membuat komunikasi menjadi lebih luas?
Benarkah internet termasuk kebutuhan sekunder?
Matikah kita kalau ga ada internet?
LISTRIK
Energi yang satu ini benar-benar membuat manusia ketergantungan. Sudah dibuktikan dengan adanya pemadaman listrik di beberapa daerah Jakarta dan sekitarnya. Banyak orang mengeluh, mulai dari keluhan pribadi sampai keluhan tingkat profesional. Banyak yang jadi ga bisa kerja kalo mati listrik siang hari, banyak yang jadi ga bisa tidur nyenyak kalo mati listrik malam hari.
Ahahahah benar-benar udah kaya oksigen kan?
Jangan-jangan kita bisa nafas sekarang menghirup listrik bukan oksigen --"
KOMPUTER / NOTEBOOK
Kalau yang ini mungkin cuma beberapa orang yang mengalami ketergantungan. Tapi gw, gw, gw, gw bener-bener ga bisa tidur nyenyak kalau komputer gw kenapa-napa. BENERAN! Dari jaman SMP kalau komputer gw ga bisa dipake buat bermesraan lagi bersama game tercinta, otak gw bakal langsung mengalirkan energi berlebih, entah buat apa. Yang pasti gw jadi khawatir, keringetan, langsung menduga dan mendiagnosa, cari tau gimana sembuhinnya, dan lain sebagainya. Pokoknya kalau komputer gw ga bisa nyala gw bakal berasa *Cessssss* kaya disundut besi panas hati ini. Tertohok, sedih, melan, aaaaaaaaaaaaaahhh komputer gw kenapa. Itu pasti yang akan gw jeritkan.
Inilah keterbelakangan di jaman modern. Kebutuhan primer ga lagi cuma napas,sandang,papan sama pangan. gw bingung kok jaman dulu diajarinnya kebutuhan primer cuma 3 ya? Padahal kan mana tau bumi udah bakal abis stok oksigennya jadi kita harus beli oksigen tiap hari. Jadi mulai sekarang gw tambahin NAPAS sebagai kebutuhan primer.
Nah tapi ga cuma napas cui, internet, telepon, listrik, komputer udah jadi makanan sehari-hari yang kalo ga ada kita bisa kelojotan kaya cacing disirem air panas, kaya lintah dikasi garem, bisa kejang-kejang ga keruan gara-gara teknologi itu semua musnah.
Rasakan saja sendiri. Hidup tanpa salah satu di atas (kecuali komputer, itu pribadi gw doang) wkwkkwk. Masih bisakah anda hidup? hidup ya bukan bertahan hidup, dua hal mirip yang berbeda. Mungkin lo bertahan hidup tapi bisakah kau nikmati kehidupan lo itu?
Gw rada kasian sama yang ga bisa tidur tanpa listrik. Toh selama ini gw juga tidur tanpa listrik, BENERAN. ga pake dah tuh yang namanya AC. Bener-bener cuma me and my kasur. Kadang emang lampu kamar ga gw matiin, tapi bukan berarti gw jadi ga nyenyak kalo tidur ga pake lampu justru kalo gw tidur matiin lampu gw bisa kebablasan tidurnya sampe siang saking nyenyaknya.

source : http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_ariyanto/id_16194/title_hubungan-budaya-modernitas-dengan-teknik-mesin/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar