Rabu, 24 November 2010

HUBUNGAN KEBUDAYAAN DENGAN KEPRIBADIAN

HUBUNGAN KEBUDAYAAN DENGAN KEPRIBADIAN

Teori Kebudayaan
Secara umum kebudayaan banyak diartikan sebagai hasil karya manusia yang lahir dari cipta, rasa dan karsa. Berikut ada empat teori dan pendekatan kebudayaan, yaitu:
1. Memandang kebudayaan sebagai kata benda : Dalam arti lewat produk budaya kita mendenifisikan dan mengelola kebudayaan itu. Teori produk budaya ini juga penting karena semua hasil budaya yang ada di muka bumi merupakan produk budaya kolektif manusia. Identitas budaya dapat dilihat dari pendekatan ini.
2. Memandang kebudayaan sebagai kata kerja : Pendekatan ini dikemukakan oleh Pleh Van Peursen. Pendekatan ini juga penting untuk dipahami, karena akan mampu menjelaskan kepada kita bagaimana proses-proses budaya itu terjadi di tengah kehidupan kita. Produk-produk budaya yang kita pahami lewatpendekatan pertama di atas ternyata juga menyiratkan adanya proses-proses budaya manusia yang oleh Van Peursen disebut ada tiga terminal proses budaya. Kehidupan mistis dimana mitos berkuasa, atau kuasa mitos mengemudikan arah kebudayaan suatu masyarakat, dilanjutkan dengan hadirnya kehidupan ontologis dan yang terakhir adalah kehidupan fungsional yang hari-hari ini lebih mendominasi kehidupan budaya kita.
3. Memandang kebudayaan sebagai kata sifat : Ini untuk membedakan mana kehidupan yang berbudaya dan tidak berbudaya, membedakan antara kehidupan manusia yang berbudaya dan makhluk lain seperti hewan dan benda-benda yang tidak memiliki potensi budaya. Dalam memandang kebudayaan sebagai kata sifat maka unsur nilai-nilai menjadi sangat penting. Kebudayaan dikonstruksi sebagai konfigurasi nilai-nilai atau sebagai kompeksitas nilai-nilai yang kemudian beroperasi pada berbagai-bagai level kehidupan. Konfigurasi nilai yang dimiliki berbagai komunitas budaya yang berbeda kemudian melahirkan konstruksi budaya yang berbeda-beda pada komunitas budaya itu.
4. Memandang kabudayaan sebagai kata keadaan : Kondisi-kondisi budaya tertentu menjadi menentukan wajah kebudayaan.

Gerak Kebudayaan
Gerak kebudayaan adalah gerak manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan tadi. Gerak manusia terjadi oleh sebab hubungan-hubungan yang terjadi antar terjadi kelompok masyarakat. Kebudayaan suatu kelompok manusia jika dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda, lambat laun akan diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian manusia itu sendiri. Proses itu dinamakan akulturasi. Dalam proses akulturasi ada unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima seperti: unsur kebendaan ( alat tulis menulis ), unsur-unsur yang membawa manfaat besar untuk mass media ( radio transistor ) dan unsur yang mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur-unsur tersebut ( penggiling padi yang dengan biaya murah serta pengetahuan teknis yang sederhana. Sedangkan unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima misalnya: unsur yang menyangkut kepercayaan ( ideologi, falsafah hidup ) dan unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosiologi (contoh : nasi ). Pada umumnya generasi muda adalah individu yang dapat dengan cepat menerina unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya generasi tua, lebih sukar. Hal ini disebabkan karena pada generasi tua, norma-norma yang tradisional sudah internalized ( mendarah daging, menjiwai ) sehingga sukar untuk mengubahnya.
Definisi Kepribadian
Sejak dahulu para ahli biologi yang mempelajari perilaku dan membuat pelukisan tentang sistem organisme dari suatu spesies mulai dari prilaku mencari makan, menghindari ancaman bahaya, menyerang musuh, beristirahat, mencari pasangan, kawin dan lain-lain. Berbeda dengan organism hewan, organisme manusia juga dipelajari oleh para ahli sampai pada hal yang terkecil. Namun hal itu tidak dapat menentukan pola tingkah lakunya.
Pola-pola tingkah laku tersebut hampir semua tidak sama bahkan bagi semua jenis ras yang ada di bumi. Hal tersebut tidak dapat diseragamkan karena seorang manusia yang disebut homo sapiens bukan saja ditentukan oleh sistem organik biologinya saja, namun dipengaruhi juga oleh akal dan jiwa sehingga timbul variasi pola tingkah laku tersebut. Melihat hal tersebut, maka para ahli lebih fokus kepada pola tindakan manusia. Dengan pola tingkah laku yang lebih khusus yang ditentukan oleh nalurinya, dorongan-dorongan, dan refleksnya. Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu disebut “ Kepribadian “. Dalam bahasa populer istilah kepribadian juga berarti ciri-ciri watak yang konsisten, sehingga seorang individu memiliki suatu identitas yang khas berbeda dengan individu yang lain. Konsep kepribadian yang lebih spesifik belum bisa di definisikan sampai sekarang karena luasnya cakupan dan sulit untuk dirumuskan dalam satu definisi sehingga cukup kiranya untuk kita memakai arti yang lebih kasar sampai didapatkan definisi yang sebenarnya dari para ahli psikologi.

Unsur – Unsur dan Aneka Warna Kepribadian
Pengetahuan, unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang yang sadar, terkandung di dalam otaknya secara sadar. Manusia memiliki panca indra yang sebagai alat penerima dari setiap kondisi dan situasi di alam sekitarnya yang mengalami proses fisik, fisiologi, psikologi sehingga getaran dan tekanan dari alat penerima tersebut nantinya diproyeksikan atau dipancarkan kembali oleh individu tersebut berupa gambaran lingkungan sekitar yang dalam ilmu antropologi disebut “ Persepsi “. Penggambaran tersebut dapat menjadi bayangan dimana individu tersebut berfokus.
Penggambaran tentang situasi dan kondisi lingkungan dengan fokus pada bagian-bagian yang menarik dan mendapat perhatian lebih akan diolah oleh akal dan dihubungkan dengan penggambaran yang sejenis dan diproyeksikan oleh akal dan muncul kembali menjadi kenangan. Pengambaran baru dengan pengertian baru dalam psikologi disebut “ apersepsi”. Penggambaran yang terfokus secara lebih intensif yang terjadi karena pemusatan yang lebih intensif dalam psikologi disebut “pengamatan”. Seseorang dapat menggabungkan dan membandingkan bagian-bagian dari suatu penggambaran yang sejenis secara konsisten dan azas tertentu. Dengan kemampuan proses akal tersebut membentuk penggambaran baru yang abstrak yang tidak mirip dengan berbagai macam bahan konkret dari penggambaran yang baru tadi. Penggambaran abstrak tadi dalam ilmu sosial disebut “konsep”. Cara pengamatan yang secara sengaja dibesar-besarkan atau ditambahi atau di kurangi pada bagian tertentu sehingga membentuk penggambaran yang sangat baru yang secara nyata sebenarnya tidak pernah ada dan terkesan tidak realistik disebut “fantasi“. Keinginan yang semakin menggebu-gebu untuk mendapatkan sesuatu yang telah di gambarkan terlebih dahulu akan menimbulkan suatu perasaan yang aneh dan tekanan jiwa
Seluruh penggambaran, apersepsi, persepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi merupakan unsur pengetahuan yang secara sengaja dimiliki seorang individu. Namun semua itu bisa hilang dari akalnya yang sadar yang disebabkan oleh berbagai hal yang sampai saat ini masih dipelajari oleh ahli psikologi. Unsur pengetahuan tersebut bukannya hilang atau lenyap namun terdesak ke bagian jiwanya yang dalam ilmu psikologi disebut “alam bawah sadar”.
Di alam bawah sadar tersebut, pengetahuan seseorang tercampur, terpecah-pecah menjadi bagian yang tercampur aduk tidak teratur. Ini dikarenakan akal sadar seseorang tidak mau menyusunnya dengan rapi sehingga adalakanya muncul sacara tiba-tiba secara utuh atau terpotong bercampur dengan pengetahuan yang berbeda. Adakalanya pengetahuan seseorang secara sengaja atau karena berbagai sebab terdesak ke dalam bagian jiwa yang lebih dalam yang oleh ilmu psikologi disebut “alam tak sadar”. Proses yang terjadi dalam alam bawah sadar banyak dipelajari oleh ahli psikologi dan dikembangkan oleh S. Freud dalam ilmu psikoanalisa.
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam perasaan. “Perasaan” adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilai sebagai keadaan yang positif atau negative. Suatu perasaan yang bersifat subjektif karena adanya unsur penilaian tadi biasanya menimbulkan “kehendak” dalam kesadaran seseorang. Perasaan atau keinginan yang berdebar-debar tersebut disebut “emosi”. Kesadaran manusia juga mengandung berbagai perasaan yang di pengaruhi oleh organismenya khususnya gen sebagai naluri yang disebut “dorongan”. Sedikitnya ada 7 dorongan naluri yaitu :
1. Dorongan untuk mempertahankan hidup
2. Dorongan seks
3. Dorongan mencari makan
4. Dorongan untuk bergail / berinteraksi dengan sesame
5. Dorongan untuk menirukan tingkah laku sesamanya
6. Dorongan untuk berbakti
7. Dorongan untuk keindahan.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kepribadian seseorang dibentuk oleh pengetahuan yang dimilikinya dari penggambaran dunia sekitarnya serta fantasi mengenai berbagai macam hal, juga ada materi yang menjadi objek dan sasaran unsur kepribadian secara sistematis. Ada 3 hal yang merupakan isi keribadian yang pokok yaitu :
1. Beragam kebutuhan organik diri sendiri, kebutuhan dan dorongan psikologi diri sendiri, serta dorongan organik maupun psikologi sesama manusia selain diri sendiri
2. Beragam hal yang bersangkutan dengan kesadaran individu akan identitas diri sendiri dari aspek fisik, psikologi, yang menyangkut kesadaran individu.
3. Beragam cara untuk memenuhi, memperkuat, berhubungan, mendapatkan atau menggunakan beragam kebutuhan sehingga tercapai rasa kepuasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Aneka ragam kepribadian individu dan Kebudayaan
Adanya beragam struktur kepribadian manusia disebabkan adanya beragam isi dan sasaran dari pengetahuan, perasaan, kehendak dan keinginan kepribadian serta perbedaan kualitas hubungan antar berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran individu. Mempelajari materi dari setiap unsur kepribadian merupakan tugas psikologi yang berupa kebiasaan / habit atau berbagai macam materi yang menyebabkan timbulnya kepribadian.
Kebiasaan ( Habit)
Adat istiadat (custom)
Sistem social(social system)
Kepribadian individu ( individual personality )
Kepribadian umum ( modal personality )

Kebiasaan, adat dan kepribadian
Karena materi yang merupakan isi dari pengetahuan dan perasaan seorang individu berbeda dengan individu yang lain, dan juga sifat serta intensitas kaitan antara beragam bentuk pengetahuan maka setiap manusia memiliki kepribadian yang khas. Dari berbagai jenis kepribadian tersebut telah diringkas menjadi berbagai type dan sub type yang merupakan tugas psikologi. Walaupun begitu, antropologi dan ilmu sosial lainnya juga memperhatikan masalah kepribadian ini walaupun hanya memperdalam atau memahami adat istiadat dan sistem sosial lainya. Ini dikarenakan ada hubungan yang sangat jelas antara kepribadian individu atau kelompok dengan adat dan kebudayaan suatu daerah. Dimana kebudayaan itu mempengaruhi pembentukan pola kepribadian seorang individu.
Kepribadian umum
Para pengarang etnografi sering mencantumkan suatu pelukisan tentang watak atau kepribadian umum dari para warga suatu kebudayaan dalam karyanya.pelukisan itu didapat dari kesan yang diperoleh saat bergaul dengan individu yang diteliti. Pergaulan inilah yang akan menimbulkan kesan yang nantinya secara umum akan dipresentasikan dalam setiap karyanya. Abad ke 20 ada pakar psikologi A. Kardiner, R Linton tahun 1930-an mengembangkan metode yang eksak untuk mengukur kepribadian umum. Bahan etnografinya dikumpulkan Linton sedangkan Kardiner menerapkan metode-metode psikologi dan menganalisa data psikologinya yang dituangkan dalam karyanya “ The Individual And His Society”( 1938)
Mereka menemukan konsep basic personality structure atau kepribadian dasar karena pada umumnya masyarakat mengalami pengaruh lingkungan kebudayanaan yang sama selama pertumbuhan. Pembentukan watak banyak dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya dari kecil. Juga dengan pengaruh kebiasaan yang tertanam dari sejak kecil karena terus mengikuti adat dan norma yang telah ditetapkan. Metode penelitian kepribadian umum dengan cara mempelajari adat istiadat pengasuhan anak terus dikembangkan sehingga berkembang menjadi bagian antropologi yan dinamakan personality and culture.
Kepribadian dan Kebudayaan Barat serta Kepribadian dan Kebudayaan Timur
Dalam banyak tulisan banyak dibahas tentang perbedaan kepribadian dari kebudayaan barat dan timur. Konsep barat-timur dicetuskan pada pertengahan abad 19 ketika kolonialisme berkembang dari negara Eropa Barat. Kebudayaan bangsa timur yang awalnya masih asli dan tradisional terus mendapat pengaruh terutama setelah masuknya system pendidikan sekolah Eropa Barat. Mereka mengalami perubahan menyusul masuknya pengaruh kebudayaan barat yang didsebut modernisasi.

E. Mendidik agar Berbudaya
Di lingkungan sekolah, sering kita dengar sindiran ambon untuk menyebut salah satu siswa, hanya karena ia berkulit hitam dan berambut keriting, atau sebutan cina hanya karena matanya sipit, meskipun kedua murid itu belum tentu berasal dari daerah seperti yang disebutkan. Ada pula sebutan londho, berasal dari bahasa Jawa artinya Belanda, yang sering dialamatkan kepada anak-anak yang menderita kekurangan pigmen (kandungan warna pada kulit), dengan tubuh berwarna putih (kepucatan) dan rambut berwarna kuning (keputih-putihan). Karena fisiknya itu, ia disama-rupakan dengan orang Eropa (Belanda).
Dalam bentuknya yang lebih vulgar, stigma serupa kadang-kadang bisa bersifat memojokkan satu etnis/suku tertentu terhadap lainnya, seperti kasus berikut: saat sedang berdiskusi dalam kelas, seorang anak berbicara agak keras, lalu kemudian guru menegurnya dengan sedikit memberi saran, kalau berbicara itu yang sopan, jangan terlalu keras. Kebetulan si murid tadi berasal dari Papua. Dan pada kesempatan lain, secara kebetulan sang guru bertemu dengan para suporter asal Papua yang sedang terlibat adu mulut dengan beberapa orang di jalanan. Keesokan paginya di kelas,si anak Papua langsung masuk sang guru yang wajib diwaspadai. Stigmatisasi Etnis: Antara kesalahan berpikir dan kurangnya wawasan kultural
Stigma terhadap etnis tertentu sepertinya terlanjur menjadi konsumsi publik, meskipun kadang tak ada hubungannya dengan asal muasal kedaerahan. Karena terlalu sering digunakan, hampir tidak ada kesan diskriminatifnya. Penilaian yang dilakukan semata-mata dilandasi oleh premis-premis sederhana, untuk kemudian menarik kesimpulan, sebagaimana contoh di atas. Anak yang matanya sipit adalah orang Cina, di kelas ada tiga murid etnis Cina yang matanya sipit, maka semua murid yang sipit adalah orang Cina. Contoh lain; anak yang berbicara keras adalah tidak sopan, ada 5 anak Papua yang bersuara keras-keras, maka orang Papua adalah orang yang keras dan tidak sopan.
Setidaknya ada dua faktor yang melatarbelakangi munculnya stigmatisasi etnis. Pertama,yang bersumber dari cara berpikir instant (fallacy of dramatic instance ). Yakni cara berpikir yang menghendaki kesimpulan yang cepat, dan selalu tergoda untuk melakukan over-generalisation terhadap segala hal. Overgeneralisasi dapat terjadi dalam pemikiran seseorang, sesuatu hal, atau suatu tempat, dengan asumsi bahwa entitas-entitas tersebut akan selamanya sama dan tidak mungkin berubah. Padahal, segalanya akan selalu berubah, sehingga hal yang sama tidak bisa kita terapkan pada orang yang sama terus-menerus dan selama-lamanya.
Kedua, problem overgeneralisasi juga bersumber dari kurangnya wawasan kebudayaan yang dimiliki. Khususnya wawasan ke-nusantara-an kita akan pluralitas kultur yang ada. Akibat minimnya pemahaman tentang budaya orang lain, maka yang tersisa hanyalah sikap dan cara pandang yang bersifat tunggal (monolitik). Dalam bentuk nya yang ekstrem dapat berwujud etnosentrisme/sukuisme. Etnosentrisme atau sukuisme adalah sikap berlebihan yang menganggap hanya etnis kelompok tertentu saja yang baik, benar dan unggul. Adapun kelompok lainnya tidak. Dampak yang dihasilkannya bisa sangat fatal akibatnya. Bayangkan saja jika generalisasi kasar dilakukan terhadap etnis tertentu yang dianggap negatif sebagai; kasar, kotor, bermental buruk, atau bahkan musuh, maka tidak jarang akan berujung pada konflik komunal.
Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama.
Etnosentrisme atau sukuisme ternyata begitu kental dalam pergaulan sehari-hari. Pandangan tentang keunggulan etnis tertentu atas lainnya sudah menjadi rahasia publik. Disebut rahasia, sebab pengakuan keunggulan tersebut diakui secara umum oleh masing-masing kelompok (etnis, suku, bahkan agama), meskipun secara sembunyi-sembunyi.
Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural, yaitu: Pertama, tidak lagi terbatas pada generalisasi pandangan tentang pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atan pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pendidikan seharusnya dipahami sebagai transmisi kebudayaan yang melibatkan banyak pihak untuk bertanggung jawab, sebab program-program sekolah sesungguhnya terkait erat dengan pembelajaran informal di luar sekolah.
Kedua, menghindari generalisasi pandangan tentang kebudayaan dengan kelompok etnik. Artinya, tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. secara tradisional, para pendidik mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif (self sufficient), ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus menerus berkembang dalam lingkungan sosialnya. Dalam konteks pendidikan, pendekatan ini diharapkan melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotip menurut identitas etnik mereka dan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga, mendorong terwujudnya “kebudayaan baru” yang tentunya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi. Dalam hal ini, segala upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik sesungguhnya merupakan antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Sebab, kehendak untuk mempertahankan dan memperluas solidarits kelompok hanya akan menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru tersebut.
Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi ditentukan oleh situasi.
Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan (baik dalam maupun luar sekolah) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikhotomi antara pribumi dan non-pribumi, orang negri dan pendatang. Dikotomi semacam ini hanya akan membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Dengan pendekatan ini, kesadaran untuk menghindari dikotomi akan semakin kuat, untuk selanjutnya mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak didik.
Pendidikan multikultural sepatutnya mampu mengubah segala perspektif serta pandangan yang kini telah membeku; dari perspektif monokultural kepada yang multikulturalis, dari yang penuh prasangka dan diskriminatif kepada penghargaan terhadap keragaman dan perbedaan, toleran dan keterbukaan. Perubahan paradigma semacam ini akan melenturkan kebekuan sikap dan kepribadian dalam hidup bermasyarakat. Dan pada akhirnya akan menghasilkan anak didik yang berkebudayaan dan berperadaban.

F. Hubungan Kepribadian Dengan Kebudayaan
Menurut Roucek dan Warren, kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari perilaku individu. Faktor biologis misalnya, sistem syaraf, proses pendewasaan, dan kelainan biologis lainnya, sedangkan faktor psikologis adalah seperti unsur temperamen, kemampuan belajar, perasaan, keterampilan, keinginan dan lain-lain. Dan yang terakhir, adalah faktor sosiologis. Kepribadian dapat mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain yang khas dimiliki oleh seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain. Ketiga faktor di atas adalah faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian.
Seseorang yang sejak kecil dilahirkan sampai dewasa selalu belajar dari orang-orang disekitarnya. Secara bertahap dia akan mempunyai konsep kesadaran tentang dirinya sendiri. Lama-kelamaan perilaku-perilaku si anak akan menjadi sifat yang nantinya menghasilkan suatu kepribadian. Berikut ini adalah beberapa kebudayaan khusus yang nyata mempengaruhi bentuk kepribadian yakni:
1. Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan
Contoh: Adat-istiadat melamar di Lampung dan Minangkabau. Di Minangkabau biasanya pihak permpuan yang melamar sedangkan di Lampung, pihak laki-laki yang melamar.
2. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda ( urban dan rural ways of life )
Contoh: Perbedaan anak yang dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota bersikap lebih terbuka dan berani untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya sedangkan seorang anak desa lebih mempunyai sikap percaya pada diri sendiri dan sikap menilai ( sense of value )
3. Kebudayaan-kebudayaan khusus kelas sosial
Di masyarakat dapat dijumpai lapisan sosial yang kita kenal, ada lapisan sosial tinggi, rendah dan menengah. Misalnya cara berpakaian, etiket, pergaulan, bahasa sehari-hari dan cara mengisi waktu senggang. Masing-masing kelas mempunyai kebudayaan yang tidak sama, menghasilkan kepribadian yang tersendiri pula pada setiap individu.
4. Kebudayaan khusus atas dasar agama
Adanya berbagai masalah di dalam satu agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-beda di kalangan umatnya.
5. Kebudayaan berdasarkan profesi
Misalnya: kepribadian seorang dokter berbeda dengan kepribadian seorang pengacara dan itu semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan cara mereka bergaul. Contoh lain seorang militer mempunyai kepribadian yang sangat erat hubungan dengan tugas-tugasnya. Keluarganya juga sudah biasa berpindah tempat tinggal.


source: http://panduzone.blogspot.com/2009/12/hubungan-kebudayaan-dengan-kepribadian.html

Hubungan budaya modernitas dengan teknik mesin

Hubungan budaya modernitas dengan teknik mesin
MODERNITAS DAN KEMAJUAN TEKNOLOGI
Hidup di zaman serba modern seperti sekarang memang sangat menyenangkan. Betapa tidak, mau nonton berita atau kabar dari negeri seberang, kita bisa berlangganan TV satelit. Mau tahu kabar langsung dari orang yang kita sayangi namun terpisah jarak, kita tinggal angkat telepon. Mau mandi air panas dan sauna, bak raja-raja zaman dahulu sangat mungkin bisa dilakukan dengan uap/sauna. Pokoknya dengan modernitas dan kemajuan TEKNOLOGI, semua yang dulu tidak mungkin jadi mungkin untuk dilakukan.
Modernitas, yang ditandai dengan tonggak sejarah berupa revolusi industri di Eropa sana, rupanya sekarang menggurita ke seluruh dunia. Awalnya memang mendatangkan kekhawatiran: manusia akan digantikan mesin. Namun, manusia ternyata punya segumpal daging di tengkorak kepalanya yang punya keajaiban luar biasa untuk memecahkan suatu masalah yang timbul. Ya manusia sekarang sudah tidak khawatir lagi bahwa perannya di muka ini akan digantikan mesin atau robot seperti yang dikhawatirkan orang-orang yang phobia terhadap kemajuan TEKNOLOGI. Bukankah nantinya semakin banyak mesin dibutuhkan, semakin banyak pula butuh tenaga dan pikiran manusia? Semakin banyak komputer dan laptop di produksi untuk mengganti tugas manusia, semakin banyak pula dibutuhkan manusia, singkat kata: semakin banyak robot di ciptakan untuk menggantikan tugas manusia, saat itu jugalah manusia semakin berkuasa?
Berbicara tentang modernitas dan kemajuan TEKNOLOGI, ada satu implikasi sangat menarik yang timbul dari padanya. Kenyataan yang timbul di lapangan, semakin maju dan modern manusia, ternyata dia semakin sekuler dan dengan mudah mengesampingkan nilai-nilai transendental. Karena kemajuan teknologi, orang yang dahulunya percaya pada nilai-nilai transendental, sekarang sudah mulai banyak yang ragu dan apatis.
Pada masa belum ada lampu dan listrik yang menerangi jalan yang gelap pada malam hari, kita merasa takut dan merinding jika melewati jalan-jalan yang gelap gulita dimalam hari. Saat itu pula naluri transendental kita muncul: kita berdoa dan mohon kepada TUHAN agar tidak terjadi apa-apa saat melintasi jalan tersebut. Namun apa yang terjadi pada saat modernitas sudah merambah dan jalan-jalan yang pada malam hari itu gelap gulita dan sekarang menjadi terang benderang? Tidak ada lagi ritual berdoa dan memohon dilindungi oleh TUHAN saat melewati jalan tersebut.
Kasus yang sama terjadi pula: dulu saat kita membutuhkan kabar dari orang yang sangat kita cintai dan sayangi, namun terpisah jarak dan waktu, kita hanya bisa berdoa dan memohon kepada NYA akan keselamatan orang yang kita cintai seraya mohon agar diberi perlindungan dan keselamatan pada orang-orang yang kita cintai. Namun hal tersebut tidaklah terjadi ketika orang sudah menemukan teknologi surat, telegram, telepon, handpone, dan yang paling baru sekarang adalah teknologi 3G, atau internet dengan webcam. Semua memungkinkan manusia untuk mengetahui kabar secara langsung, bahkan bertatap muka dengan orang yang ada diseberang lautan sekalipun, bahkan orang yang ada di angkasa raya sana, atau sedang di bulan sekalipun. Kita sudah tidak tergantung lagi pada ritual-ritual transendetal untuk memanjatkan doa keselamatan dan mohon perlindungan, karena kita sudah tahu keberadaan dan kabar kerabat atau orang yang kita kasihi yang nun jauh berada di sana.
Mungkin suatu saat, pada saat manusia dengan kemajuan segumpal daging di tengkoraknya, bisa menciptakan suatu alat atau mesin untuk menjelajah ruang dan waktu (semacam mesin waktu milik Doraemon), maka tingkat ketergantungan manusia terhadap TUHAN semakin berkurang. Bagaimana tidak? Dengan mesin waktu itu, manusia sudah bisa mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, berkait dengan nasib dirinya, orang lain, bangsanya, negaranya dan bahkan tahu seperti apa masa depan bumi dan seisinya pada masa yang akan datang! Sehingga manusia tentu saja tidak lagi perlu berdoa mohon agar masa depannya cerah, hari esok diberi rezeki, dsb karena sudah tahu apa yang akan terjadi, sehingga dia bisa merencanakan sendiri langkah-langkah yang akan diambil. Bahkan sejarah dunia bisa dirubah dan sunnatullah bisa dijungkir balikkan jika memang kehebatan modernitas dan kemajuan teknologi sedemikian rupa hebatnya, sehingga manusia bisa memutar ulang atau menjumpai dirinya di masa lalu. FANTASTIS!
Kemajuan dan modernitas macam ini, menjadikan dunia seperti tanpa batas. Manusia menjadi aktor utama dalam modernitas ini. Lalu dimanakah TUHAN? Itulah yang jadi persoalan. TUHAN pada zaman yang semakin modern dan maju ini, perannya tereduksi dan tergantikan dengan kemajuan teknologi itu sendiri. Ketergantungan manusia dengan ritus-ritus pemujaan terhadap NYA, seraya memohon pertolonganNYA, sudah tidak semakin relevan lagi. Manusia sudah bisa menolong dirinya sendiri. TUHAN sudah digantikan lampu-lampu penerang jalan di malam hari sehingga orang yang lewat jalan pada malam hari tak perlu lagi memohon doa keselamatan karena merasa takut. TUHAN sudah digantikan dengan kecanggihan HP, Telepon dan internet saat manusia ingin tahu kabar langsung dari orang yang dicintainya, sehingga tidak lagi butuh doa mohon perlindungan bagi kerabat dan orang yang dicintainya. TUHAN sudah tergantikan mesin waktu yang bisa menjawab apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan mendatangi masa depan dan masa lalu. Jika Marx pernah berkata bahwa TUHAN telah layu dan mati, maka benarlah ramalannya tersebut terjadi pada zaman yang makin modern dan maju teknologinya.
Orang-orang makin jarang saja datang ke Masjid, Gereja, Pura, Wihara dan Klenteng. Jika pun masih ada, hal tersebut sudah kehilangan makna; hanya menjadi semacam ritual tradisi yang patut di jaga dan dilestarikan. Seperti pada kasus Idul Fitri dan Idul Adha, semakin sedikit orang yang tahu apa makna dibalik hari raya tersebut, selain dari sekedar sholat ied, baju baru, makanan enak dan berkumpul bersama keluarga besar. Hal yang sama juga terjadi pada hari Natal, Paskah, Nyepi dsb.
Mungkin manusia tahu makna dari hari raya atau upacara keagamaan, namun essensi itu tidaklah membekas dalam diri manusia yang kosong, hampa dan kering. Ya modernitas dan kemajuan teknologi sudah mencerabut kita semua dari akar budaya dan lebih parah lagi akar agama kita.
Manusia bahkan menggantikan ritual-ritual keagamaan dengan upacara-upacara primitif dari zaman purba. Mereka pergi ke diskotik, night club dan cafe-cafe hanya untuk sekedar melepas penat dengan berjoget mengiringi hentakan lagu dan mabuk sampai lupa dengan masalah dan tekanan hidup. Inilah budaya paling primitif manusia yang dulu dilakukan orang-orang purba yang sekarang masih bisa kita jumpai pada suku-suku kuno di daerah terpencil dan terasing. Mereka berjoget dan bergembira sampai mabuk kepayang pada upacara-upacara ritual tertentu di depan api unggun; saat mana mereka dapatkan binatang buruan besar, atau panen mereka berhasil, atau saat mereka tertimpa musibah, atau paceklik, atau kemarau panjang.
Singkat kata suku-suku purba dan primitif dahulu juga punya tradisi untuk berjoget dan menari-nari dengan irama musik tertentu untuk melampiaskan rasa bahagia atau untuk melampiaskan beban hidup yang diderita. Oleh karena itulah budaya clubbing pada era modern ini sebenarnya adalah budaya primitif. Saat mana orang melampiaskan perasaannya dengan clubbing, berarti dia sedang melampiaskan naluri primitifnya.
Kebudayaan modern ditandai dengan ditemukan alat baca dan tulis. Kemajuan zaman di sejarah manusia ditandai dengan terkodifikasikannya pemikiran-pemikiran manusia, sehingga akar-akar pemikiran dan budaya manusia tidak lagi tercerabut, bisa di turunkan di tradisikan atau di regenerasikan pada anak cucu. Dari sanalah awal adanya revolusi industri yang mencengangkan dimulai. Revolusi industri takkan terjadi jika manusia tidak tercerahkan dengan pemikiran-pemikiran pendahulunya.
Dengan terkodifikasikannya pemikiran-pemikiran manusia yang hidup lebih awal, maka manusia-manusia yang hidup selanjutnya dapat melacak jejak kemajuan berpikir pendahulunya dan meneruskannya, atau membuat inovasi yang lebih berarti lagi. Sampai di sini kita bisa mengambil kesimpulan; bahwa budaya menulis dan membaca adalah budaya yang lebih maju dan beradab daripada budayaclubbing. Sepakat?
Kembali pada pokok masalah, modernitas dan kemajuan teknologi, yang telah menyingkirkan nilai-nilai transendental dan bahkan mereduksi keberadaan TUHAN, ternyata membuat manusia semakin tidak beradab dan tercerabut dari akar histori dan budayanya. Manusia menjadi mahluk a history atau un history. Mereka menjadi lupa pada sejarah mereka sendiri, sejarah nenek moyang dan bahkan lupa dan tidak bisa mendefinisikan diri mereka sendiri. Krisis indentitas diri inilah yang membuat manusia makin membuat kerusakan di muka bumi. Segala macam kerusakan yang ditimbulkan manusia dimuka bumi: illegal loging, perang, konflik, pencemaran udara, air, persaingan senjata nuklir, dsb berawal dari krisis identitas. Mereka lupa siapa mereka, apa tujuan mereka hidup, mereka lupa bahwa dunia ini bukan hanya milik mereka, namun juga untuk anak cucu. Dan tentu saja bagi yang percaya pada TUHAN: mereka lupa bahwa mereka akan dimintakan pertanggungjawaban kelak atas segala perbuatan mereka.
Ya, modernitas dan kemujuan teknologi sudah memunculkan watak manusia yang sesungguhnya: rakus, serakah, tamak dan arrogant. Karena hal itulah maka TUHAN sudah tidak lagi diperlukan pada era modern dan canggih seperti sekarang oleh manusia-manusia yang muncul watak primitifnya tersebut.
Keterbelakangan Modernisasi
Hidup di jaman modern katanya lebih maju. Benarkah?
Coba kita runut satu per satu keterbelakangan manusia di jaman modern.
HANDPHONE
Katanya membuat komunikasi menjadi lebih luas?
Oh benarkah? Rasanya justru HP membuat manusia menjadi individualis sekali. Banyak bermunculan orang-orang autis yang sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Yah termasuk gw. ahahahah. Jarang banget nemuin jaman sekarang orang kenalan di bus, stasiun, angkot, kereta, orang yang sok kenal sok dekat. gw sendiri kalau terlibat pembicaraan yang mendadak itu bisa nyaman loh sebenernya.Menghabiskan waktu dengan mendengarkan dan berbagi cerita sama supir angkot, supir taksi, orang yang ternyata punya banyak pengalaman aneh nan ajaib. Hal-hal yang kaya gini jarang banget ditemuin jaman sekarang.
Kadang gw berpikir kok aneh ya, manusia-manusia ini. Awalnya memang telepon diciptakan ama Engkong Graham Bell buat mempermudah manusia untuk komunikasi, ga perlu lagi pake burung merpati, ga perlu pake morse, telegram dan lain sebagainya yang ga bisa menyampaikan pesan dalam sekejap mata.
Tapi jaman terus berkembang, telepon lama-lama jadi gaya hidup, jadi suatu hal yang diPRIMERkan. Eh kita ga mati loh kalo ga ada telepon BENERAN!!! Tapi nyatanya kalo ga ada telepon tuh pada masa itu gimanaaaaaaa gitu seakan dunia menghilang dari kita. Ga bisa ngobrol ama temen, ga bisa nanyain kabar gebetan, ga bisa kangen-kangenan sama si pacar, ga bisa ini ga bisa itu, dan lainnya.
Tapi karena manusia kadang butuh kabar yang lebih cepat ketika tidak bersama si telepon (baca:keluar rumah), muncullah teknologi bernama Pager. Yang bisa kasih pesan singkat dalam bentuk text ke si empunya pager. Jadinya si empunya bisa langsung tau kalo ada kabar yang harus segera dia ketahui.
Well masa kejayaan pager ga bertahan lama, gw cuma pernah ngerasain jadi orang yang kirim pesen doang ahahaha. Setelah itu terbitlah handphone yang lebih canggih dan futuristik. Bisa telepon, terima pesan dan MEMBALAS PESAN. Waaawww. Yak penemuan itu dikenal dengan SMS.
Sama seperti surat yang akhirnya menjadi gaya hidup yang kita kenal dengan sahabat pena, sama dengan telepon yang akhirnya dipake untuk ngegosip, Handphone atau Hape akhirnya jatuh juga dalam dosa manusia yang sama. Dosa itu bernama lifestyle. Hape pun akhirnya menjadi bagian dari hidup. Diprimerkan, didewakan, kalo ga bawa Hape tuh rasanya udah lebih nyesek daripada ga bawa dompet. Ya iyalah kalo bawa Hape lo bisa telpon orang rumah atau temen lo buat bawain dompet lo atau sekedar menanyakan apakah dompet lo aman-aman saja. Dan para produsen pun mengetahui celah lifestyle ini yang semakin diexploitasi dengan Hanphone berkamera, handphone bermusik, handphone berradio, handphone buat rekam video, hanphone buat main game. Wuiihhh. Udah autis jadilah semakin autis. Menyendiri di pojokan, pasang earphone biar budek dari sekitar, lalu anggukangguk pala. Ya itulah gw
Yang miris adalah kadang sekitar kita, yang fisiknya jauh lebih dekat menjadi ga penting lagi ketika ada deringan telepon. Padahal belum tentu juga itu deringan bermaksud hati menyatakan hal penting. Yah ga ada yang bisa disalahin di sini. Cuma ironi saja, lagi ngobrol asik sama temen terus tiba-tiba ada telepon masuk, trus isinya juga cuma obrolan dan gosip-gosip yang pastinya membuat temen yang ada di sebelah kita bete ditinggal sendirian gara-gara kita keasikan telepon. Untungnya temen kita juga punya alat mengautiskan diri yang sama kaya kita pake. ahahahaha
Jadi benarkah handphone membuat komunikasi menjadi lebih luas?
Benarkah handphone termasuk kebutuhan sekunder?
Matikah kita kalau ga ada handphone?
INTERNET
Seusai era SMS dan mainan miscall2an ga penting banget dan waktu itu kenapa juga gw ikut melakukan ya? --" dasar anak SMA ingusan. Habis SMS terbitlah Internet. Pertama kali teknologi email mewabah. Jaman itu gw sangat gaptek sekali. Jaman SMP udah mulai mewabah tuh email-emailan. Orang yang ga pasang internet telkomnyet pun bisa punya email. Cukup duduk manis di warnet dan buka internyet explorer dan login ke yahoo atau msn. Dua brand itu yang berjaya saat itu. Bales-balesan email, kirim-kirim gambar lucu, kisah nan mengharukan, cerita serem, sampe penyebaran black mail atau hoax dikirim via email. Abis itu masuklah wabah IRC, chatting sana chatting sini dengan berbagai teman. Abis IRC mulai masuk macem-macem dari download musik via napster, kazaa sampai ke game online jadul abis macem nexia. Jaman itu kalo lo ga main nexia lo bener-bener ga gaoel men. DRUGS? apa itu, mending maen Ragnarok. wkwkwkwkwk.
Yaps, gw sendiri cuma jadi pengamat pada masa-masa gemilangnya nexia dan RO. Kocek gw lebih gw pake buat beli soto betawi atau somay atau sekadar gw tabung dan gw beliin kaset sheila on 7 pada masa itu. Gw bener-bener tanggap itu racun. ahahahah, sekali jatuh pada komunitas game online itu, lo akan sangat sulit tobatnya. Well gw menikmati masa-masa kena racun beberapa tahun berikutnya, tepatnya di masa kuliahan. wkwkwkwkwk.
Abis itu trend internet berkembang sangat pesat, YM, Frenster, MySpace, Blogger, YouTube, Kaskus, Facebook dan terakhir twitter. Itulah evolusi lifestyle manusia. Sama kayak telepon. Internet membuat kita mengautiskan diri, mengalami keterbelakangan sosial. Sekalinya kita udah asik chatting, main game online, main facebook, seakan-akan gajah seliweran di kamar juga kita biarin aje. Ya itulah gw. wkwkwkwkkw. Kadang gw merasa bersalah kalo tidak memperhatikan diajak ngobrol sodara-sodara gw di rumah selagi gw melakukan kegiatan-kegiatan racun itu. Jadinya sekarang kalo emang gw lagi pengen ngobrol ya gw ke ruang tengah, meninggalkan semua kegiatan itu. Tapi kalo gw emang lagi pengen berautis ya gw mojok di kamar belakang ataupun kamar tidur depan. hohohoho
Jadi benarkah internet membuat komunikasi menjadi lebih luas?
Benarkah internet termasuk kebutuhan sekunder?
Matikah kita kalau ga ada internet?
LISTRIK
Energi yang satu ini benar-benar membuat manusia ketergantungan. Sudah dibuktikan dengan adanya pemadaman listrik di beberapa daerah Jakarta dan sekitarnya. Banyak orang mengeluh, mulai dari keluhan pribadi sampai keluhan tingkat profesional. Banyak yang jadi ga bisa kerja kalo mati listrik siang hari, banyak yang jadi ga bisa tidur nyenyak kalo mati listrik malam hari.
Ahahahah benar-benar udah kaya oksigen kan?
Jangan-jangan kita bisa nafas sekarang menghirup listrik bukan oksigen --"
KOMPUTER / NOTEBOOK
Kalau yang ini mungkin cuma beberapa orang yang mengalami ketergantungan. Tapi gw, gw, gw, gw bener-bener ga bisa tidur nyenyak kalau komputer gw kenapa-napa. BENERAN! Dari jaman SMP kalau komputer gw ga bisa dipake buat bermesraan lagi bersama game tercinta, otak gw bakal langsung mengalirkan energi berlebih, entah buat apa. Yang pasti gw jadi khawatir, keringetan, langsung menduga dan mendiagnosa, cari tau gimana sembuhinnya, dan lain sebagainya. Pokoknya kalau komputer gw ga bisa nyala gw bakal berasa *Cessssss* kaya disundut besi panas hati ini. Tertohok, sedih, melan, aaaaaaaaaaaaaahhh komputer gw kenapa. Itu pasti yang akan gw jeritkan.
Inilah keterbelakangan di jaman modern. Kebutuhan primer ga lagi cuma napas,sandang,papan sama pangan. gw bingung kok jaman dulu diajarinnya kebutuhan primer cuma 3 ya? Padahal kan mana tau bumi udah bakal abis stok oksigennya jadi kita harus beli oksigen tiap hari. Jadi mulai sekarang gw tambahin NAPAS sebagai kebutuhan primer.
Nah tapi ga cuma napas cui, internet, telepon, listrik, komputer udah jadi makanan sehari-hari yang kalo ga ada kita bisa kelojotan kaya cacing disirem air panas, kaya lintah dikasi garem, bisa kejang-kejang ga keruan gara-gara teknologi itu semua musnah.
Rasakan saja sendiri. Hidup tanpa salah satu di atas (kecuali komputer, itu pribadi gw doang) wkwkkwk. Masih bisakah anda hidup? hidup ya bukan bertahan hidup, dua hal mirip yang berbeda. Mungkin lo bertahan hidup tapi bisakah kau nikmati kehidupan lo itu?
Gw rada kasian sama yang ga bisa tidur tanpa listrik. Toh selama ini gw juga tidur tanpa listrik, BENERAN. ga pake dah tuh yang namanya AC. Bener-bener cuma me and my kasur. Kadang emang lampu kamar ga gw matiin, tapi bukan berarti gw jadi ga nyenyak kalo tidur ga pake lampu justru kalo gw tidur matiin lampu gw bisa kebablasan tidurnya sampe siang saking nyenyaknya.

source : http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_ariyanto/id_16194/title_hubungan-budaya-modernitas-dengan-teknik-mesin/

Bahasa dan Budaya

Hubungan Bahasa dan Kebudayaan
Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi adalah suatu bagia atau subsistem,dari sistem kebudayaan malah dari bagian yang inti dari kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua aspek kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah dari unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan itu, Lebih penting dari itu, kebudayaan manusia tidak akan mungkin terjadi tanpa bahasa; bahasalah faktor yang menentukan terbentuknya kebudayaan. Ini dapat kita mengerti jika kita bayangkan sejenak bagaimana mungkin kita memperkembangkan unsur-unsur kebudayaan seperti pakaian, rumah, lembaga, pemerintahan, hukum, perkawinan tanpa adanya bahasa.
Hubungan lain dari bahasa dengan kebudayaan ialah bahwa bahasa sebagai sistem komunikasi mempunyai maknanya dalam kebudayaan yang menjadi wadahnya, adalah penting dari guru-guru bahasa mengetahui bahwa suatu bahasa berada dalam kebudayaan tertentu, sehingga mengerti, suatu bahasa tertentu merupakan sedikit mengerti tentang kebudayaan. Ini tidak berarti suatu bahasa tidak harus menjadi bagian dari suatu kebudayaan tertentu, oleh karena adanya mungkin menggunakan suatu bahasa dalam dua atau lebih kebudayaan. Umpamanya bahasa Spanyol adalah bahasa di Spanyol, Meksiko dan Amerika latin yang lain yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Bahasa Arab digunakan di Iran dan Maroko, bahasa Inggris dipakai di Amerika Serikat dan Inggris. Betul ada persamaan-persamaan dari negara-negara yang disebut dia atas, tetapi kebudayaan masing-masing dari keseluruhan adalah kebudayaan berlainan.
Sedemikian eratnya hubungan bahasa dengan kebudayaan wadahnya, hingga sering terdapat kesulitan dalam menerjemahkan kata-kata dan ungkapan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Sebagai contoh, perkataan village, dalam bahasa inggris tidaklah sama dengan desa dalam bahasa Indonesia. Sebab konsep village dalam bahasa inggris dan Amerika Serikat adalah lain sekali dari desa dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu ungkapan yang pernah dikeluarkan oleh penulis asing menyebut kota Jakarta sebagai big village akan hilang maknanya jika diterjemahkan dengan ” Desa yang besar”.
Hal ini membawa hubungan kita kepada hubungan lain kepada antara bahasa dan kebudayaan, yaitu bahwa kunci bagi pengertian yang mendalam atas suatu kebudayaan adalah melalui bahasanya. Semua yang dibicarakan dalam suatu bahasa, terkecuali ilmu pengetahuan yang kita anggap universal, adalah tentang hal-hal yang ada dalam kebudayaan bahasa itu. Oleh karena itu maka perlu mempelajari bahasa jika kita ingin mendalami suatu kebudayaan ialah melalui bahasanya. Inlah latar belakang pemikiran dari pengkajian bahasa, kususnya variasi penggunaan bahasa, oleh ahli ilmu-ilmu sosial, yang mereka sebut sosiologi bahasa. Tujuan mereka dalam mengkaji bahasa ialah untuk mengerti lebih mendalam pola dan nilai-nilai di suatu masyarakat , bahasa dianggap cirri yang paling kuat dari kepribadian sosial seseorang, dan juga ada keterkaitan terhadap kebudayaan di suatu masyarakat.

source: http://rosit.wordpress.com/2007/12/28/ungkapan-bahasa/

Hubungan Agama-Budaya

Agama, Budaya dan Masyarakat jelas tidak akan berdiri sendiri, ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya; selaras dalam menciptakan ataupun kemudian saling menegasikan.
Proses dialektika yang berjalan menurut Berger, dialami agama dengan tiga bentuk. Pertama, energi eksternalisasi yang dimiliki individu dalam bermasyarakat kemudian membentuk sebuah bentuk kedua, Objektivasi atas kreasi manusia dan akhirnya berputar kembali dalam bentuk ketiga, dengan arus informasi yang menginternalisasi kedalam individu-individu.
Dalam dialektika ini, bukan berarti stagnan. Hasil eksternalisasi yang ter-Objektivikasi selalu mengalami perkembangan, manusia tidak pernah puas atas hasil yang telah dicapai. Dalam pandangan yang Idealis atu perspektif, manusia memiliki pengandaian yang normatif yang selalu tidak berhenti dengan satu ciptaan. Ketidak terjebakan manusia dalam imanensi dan selalu berhadapan dengan keabsurdan membuat manusia –dan Agama yang juga berada dalam dialektika ini– akhirnya bersifat dinamis.
Begitu juga budaya, proses dialektika yang dialami bersama Agama tidaklah jauh berbeda bahkan sama. Tiga bentuk; Eksternalisasi, Objektivikasi dan Internalisasi juga merupakan proses bagaimana budaya terbentuk dan bagaimana ia berhubungan dengan Agama.
Fluiditas (kelenturan) Budaya-Agama
Saat Budaya ataupun Agama dianggap sebagaian manusia terlahir di dunia mau tidak mau harus menerima warisan sebuah ide-ide, sistem tingkah laku, dan artefak yang sebelumnya telah ada. Berbeda dengan ketika budaya ataupun agama dimaknai sebagai proses, keduanya dipandang dalam bentuk kontinyuitas perkembangan, kebangkitan, dan keruntuhan sutau kebudayaan.
Kebudayaan dan Agama sebagai proses adalah realitas yang tidak terhenti satu jejak saja.

source:  http://daunwiselife.wordpress.com/2008/04/24/hubungan-agama-budaya/

HUBUNGAN MANUSIA DAN BUDAYA

HUBUNGAN MANUSIA DAN BUDAYA

Secara etimologis, Sosiologi berasal dari kata latin, Socius yang berarti kawan dan kata Yunani Logos yang berarti kata atau yang berbicara. Jadi Sosiologi adalah berbicara mengenai masyarakat. Bagi Comte, Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umun yang merupakan hasil akhir dari perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu Sosiologi dipelajari juga mengenai Peran, Status atau kedudukan, Nilai, Norma dan juga Budaya atau kebudayaan. Kesemuanya ini merupakan hal-hal yang sangat erat kaitannya dengan ilmu Sosiologi.


PENGERTIAN PERAN, STATUS, NILAI, NORMA
DAN BUDAYA/KEBUDAYAAN

PERAN
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seorang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Artinya, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia telah menjalankan suatu peranan.


STATUS
Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Sedangkan kedudukan sosial (social status) artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.
Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya.

NILAI
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persaingan akan muncul pembaharuan-pembaharuan.
Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya.

NORMA
Norma dalam sosiologi adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Sanksi yang diterapkan oleh norma ini membedakan norma dengan produk sosial lainnya seperti budaya dan adat. Ada/ tidaknya norma diperkirakan mempunyai dampak dan pengaruh atas bagaimana seseorang berperilaku.


BUDAYA/KEBUDAYAAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat


DAFTAR PUSTAKA

Soerjono Soekanto.2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Ensiklopedi Indonesia, 16.45, 18 Februari 2009
www.id.wikipedia.org

UG Student Portofolio

UG Student portofolio adalah suatu hasil kerja mahasiswa yang merupakan laporan bagi setiap mahasiswa gunadarma, dan juga berbasis elektronik sehingga dimudahkan dalam mengerjakan tugas dalam dunia maya...

di dalam portofolio ini terdiri dari beberapa informasi yang UTAMA sebagai berikut:

1. Home adalah fitur yang menampilkan foto diri dan kutipan berita dari Universitas Gunadarma.

2. Akademik adalah merupakan daftar mata kuliah yang sudah diambil oleh mahasiswa yang secara otomatis terisi dari sistem informasi akademik terpadu.

3. Seminar adalah fitur yang berisi pemberitahuan yang secara otomatis terisi jika mahasiswa yang bersangkutan mengikuti acara seminar di Universitas Gunadarma tetapi apabila seminar tersebut mengikuti seminar di ikuti di luar Universitas Gunadarma maka harap lapor kepada dosen pengampu disertai bukti ke ikutsertaan.untuk melihat info seminar dapat di lihat di HTTP://Seminar.gunadarma.ac.id

4. Kursus/Workshop adalah fitur yang menampilkan acara kursus yang disenggalarakan Gunadarma dan juga akan terisi apabila mahasiswa mengikuti kursus di dalam Universitas Gunadarma.

5. Tulisan adalah fitur yang menampilkan hasil tulisan mahasiswa dalam BLOG yang di daftarkan URLnya melalui studentsite sehingga apabil mahasiswa lain ingin melihat tinggal melihatnya langsung.

6. Tugas adalah fitur yang menampilkan tulisan mahasiswa yang bedasarkan penugasan dari Dosen Pengampu sesuai majta kuliah yang mengacu pada SAP dari mata kuliah tersebut.tugas tersebut di tulis melalui blog pribadi yang wajib di miliki mahasiswa.

7. Kreatifitas adalah fitur yang menampilkan prestasi dan keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan kreatifitas dan inovasi baik dalam dan di luar Universitas Gunadarma.

8. Kemahasiswaan adalah fitur yang berisi informasi yang bersumber dari bagian kemahasiswaan mengenai keterlibatan mahasiswa yang bersangkutan dalam organisasi atau kegiatan kemahasiswaan yang menjadi kewenagan bagian kemahasiwaan.

KELEBIHAN UG Student portofolio:
1. Bisa melihat tugas yang kita bikin
2. Bisa mengirim tugas dengan mudah,tanpa harus di print dulu
3. Bisa mengetahui workshop yang telah kita ikutin

KEKURANGAN UG student portofolio:
1. Terkadang akses menujunya susah nyambung atau Error
2. Sulit melihat portofolio dari mahasiswa yang lain..

source:  http://febririzki46.blogspot.com/